MAKALAH
TENTANG SEJARAH KB DI INDONESIA
guna
untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan reproduksi dan KB
dosen
pengampu Nevia Zulfatunnisa, SST
Yang
disusun oleh
SISKA NINGTYAS PRABASARI (2012020196)
PROGAM
DIII KEBIDANAN
STIKES
PKU MUHAMMADYAH SURAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.
Wb.
Puji
syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,taufik dan
hidayahNyalah penulis masih diberikan kesehatan maupun kesempatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun banyak halangan dan rintangan
yang penulis hadapi, Alhamdulillah penulis selalu tegar menghadapinya.
Tidak
lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
pembuatan makalah ini. Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahan baik dari segi materi kajian, pendekatan maupun cara penulisannya,
untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca, agar
kedepannya penulis dapat membuat makalah sebaik mungkin.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, teman-teman mahasiswa lainnya dan
juga tentunya bermanfaat bagi penulis sendiri.
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Surakarta, 6 Maret
2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 6
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 6
1.4 Manfaat............................................................................................................................ 6
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................... 7
2.1 Sejarah Kb........................................................................................................................ 7
2.1 Perkembangan Keluarga Berencana Di Indonesia......................................................... 10
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 24
1.1 Latar Belakang
Masalah kependudukan adalah masalah yang sangat
penting bagi semua Negara, karena seluruh program pembangunan bagi mata bangsa
berdasarkan atas kenyataan kependudukan dari suatu bangsa.
Aspek-aspek kependudukan yang amat
penting itu adalah antara lain :
1. Jumlah
besarnya penduduk
2. Jumlah
pertumbuhan penduduk
3. Jumlah
kematian penduduk
4. Jumlah
kelahiran penduduk
5. Jumlah
perpindahan penduduk
1. Teori
Malthus
Orang yang pertama-tama
mengemukakan teori mengenai penduduk adalah Thomas Robert Malthus yang hidup
pada tahun 1776 – 1824. Kemudian timbul bermacam-macam pandangan sebagai
perbaikan teori Malthus. Dalam edisi pertamanya Essay on Population tahun 1798
Malthus mengemukakan dua pokok pendapatnya yaitu :
a. Bahan
makanan adalah penting untuk kehidupan manusia
b. Nafsu
manusia tak dapat ditahan
Malthus
juga mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk jauh lebih cepat dari bahan makanan.
Akibatnya pada suatu saat akan terjadi perbedaan yang besar antara penduduk dan
kebutuhan hidup.
Dalil
yang dikemukakan Malthus yaitu bahwa jumlah penduduk cenderung untuk meningkat
secara geometris (deret ukur), sedangkan kebutuhan hidup rill dapat meningkat
secara arismatik (deret hitung).
Menurut
pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan
dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan
jalan :
a. Preventive
checks
Yaitu faktor-faktor
yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint.
Termasuk didalamnya antara lain :
a) Penundaan
masa perkawinan
b) Mengendalikan
hawa nafsu
c) Pantangan
kawin
b. Positive
checks
Yaitu faktor- faktor
yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
a) Bencana
alam
b) Wabah
penyakit
c) Kejahatan
d) Peperangan
Positive
checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada Negara-negara yang belum maju.
Teori yang dikemukakan Malthus terdapat beberapa kelemahan antara lain :
a) Malthus
tidak yakin akan hasil preventive checks
b) Ia
tak yakin bahwa ilmu pengetahuan dapat mempertinggi produksi bahan makanan
dengan cepat.
c) Ia
tak menyukai adanya orang-orang miskin menjadi beban orang-orang kaya
d) Ia
tak membenarkan bahwa perkembangan kota-kota merugikan bagi kesehatan dan moral
dari orang-orang dan mengurangi kekuatan dari negara akan tetapi bagaimanapun
juga teorinya menarik perhatian dunia, karena dialah yang mula-mula membahas
persoalan penduduk secara ilmiah.
Disamping
itu essaynya merupakan methode untuk menyelesaikan atau perbaikan persoalan
penduduk dan merupakan dasar bagi ilmu-ilmu kependudukan sekarang ini.
2. Beberapa
Pandangan Terhadap Teori Malthus
Bermacam-macam reaksi
timbul terhadap teori Malthus, baik dari golongan ahli ekonomi, social dan
agama. Hingga saat ini teori Malthus masih dipersoalkan. Pada dasarnya
pendapat-pendapat terhadap teori Malthus dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Teori
Malthus salah sama sekali
Golongan ini menganggap
Malthus mengabaikan peningkatan teknologi, penanaman modal, perencanaan
produksi. Terhadap golongan yang tidak setuju, Malthus menjawab bahwa :
1. Tingkat
pengembangan teknologi tidak sama diseluruh negara
2. Kemampuan
yang berbeda-beda untuk mengadakan penanaman modal
3. Faktor
kesehatan rakyat dan pengaruhnya terhadap penghidupan sosio ekonomi cultural
4. Masalah
urbanisasi yang terdapat dimana-mana
5. Taraf
pendidikan rakyat tidak sama
6. Proses-proses
social yang menghambat kemajuan
7. Faktor
komunikasi dan infrastruktur yang belum sama peningkatannya
8. Faktor-faktor
social ekonomi serta pelaksanaan distribusinya
9. Kemampuan
sumber alam tidak akan mampu terus menerus ditingkatkan menurut kemampuan
manusia tanpa batas, melainkan akhirnya akan sampai pada suatu titik, dimana
tidak dapat ditingkatkan lagi
10. Masih
banyak faktor lagi yang selalu tidak menguntungkan bagi keseimbangan
peningkatan penduduk denan produksi bahan-bahan sandang pangan
b. Teori
Malthus tidak berlaku lagi bagi negara-negara barat, tetapi masih berlaku bagi
negara-negara Asia.
c. Teori
Malthus memang benar dan berlaku sepanjang masa. Penganut golongan ini setuju
dengan Teori Malthus, meskipun ada beberapa tambahan/ revisi. Pengikut Malthus
ini disebut Neo Malthusionism. Mereka beranggapan bahwa untuk mencapai tujuan
hanya dengan moral restraint (berpuasa, menunda – perkawinan) adalah tidak
mungkin. Mereka berpendapat bahwa untuk mencegah laju cepatnya peningkatan
cacah jiwa penduduk harus dengan methode birth control dengan menggunakan alat
kontrasepsi.
Pengikut-pengikut
teori Malthus antara lain :
1) Francis
flace (1771-1854)
Pada tahun 1882 menulis
buku yang berjudul illustration and Proofs of the population atau penjelasan
dari bukti mengenai asas penduduk. Ia berpendapat bahwa pemakaian alat
kontrasepsi tidak menurunkan martabat keluarga, tetapi manjur untjuk kesehatan.
Kemiskinan dan penyakit dapat dicegah.
2) Richard
callihie (1790-1843)
Ia menulis buku yang
berjudul “what is love”,apakah cinta itu menurut dia
-
Mereka yang berkeluarga tidak perlu
mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari pada yang dapat dipelihara dengan
baik
-
Wanita yang kurang sehat tidak perlu
mengahadapi bahaya maut karena kehamilan
-
Senggama dapat dipisahkan dari ketakutan
akan kehamilan
3) Pengikut
yang lain antara lain Any C. Besant (1847-1933)
Ia menulis buku yang
berjudul “Hukum Penduduk, akibatnya dan artinya terhadap tingkah laku dan moral
manusia”
4) Pengikut
yang tidak dapat dilupakan lagi ialah dr. George Drysdale yang hidup tahun
1825-1904.
Ia berpendapat bahwa keluarga
berencana dapat dilakukan tanpa merugikan kesehatan dan moral. Menurut
anggapannya kontrasespsi adalah untuk menegakkan moral masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Mengidentifikasi
Perkembangan KB di Indonesi
1. Sejarah
KB di Indonesia
2. Faktor-faktor
yang memperngaruhi Perkembangan KB di Indonesia
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan
Reproduksi dan Keluarga Berencana pada jurusan D3 Kebidanan Semester IV Stikes
PKU Muhammadiyah Surakarta.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui sejarah dan faktor yang
mempengaruhi perkembangan KB di Idonesia.
2.1 Sejarah Kb
Keluarga berencana sebagai salah satu usaha untuk
mengatasi masalah kependudukan, pada umumnya orang berpendapat bahwa ide
keluarga berencana tersebut adalah suatu hal yang baru. Pendapat yang demikian
ini adalah tidak benar, sebab keluarga berencana (yang dimaksud disini mencegah
kehamilan) sudah ada sejak jaman dahulu. Memang di Indonesia adanya keluarga
berencana masih baru (abad XX) dibandingkan dengan negara-negara barat.
Dari uraian yang dikemukakan diatas timbullah
pertanyaan “kapankah terjadinya tanggal sejarah permulaan didudukkannya alat
kontrasepsi sebagai sarana yang bersifat medis dan dilandasi keilmuan (ilmiah)
?
Sebagai
jawaban dari pertanyaan diatas marilah kita ikuti uraian dibawah ini.
a.
Perintis
KB di Inggris (Margareth Sanger)
Keluarga
berencana mula-mula timbul dari kelompok orang-orang yang menaruh perhatian
kepada masalah KB, yaitu pada awal abad XIX di Inggris, keluarga berencana
mulai dibicarakan orang. Pada masa abad XIX sebagian besar kaum pekerja buruh
dikota-kota besar di Inggris mengalami kesulitan dan keadaan hidupnya sangat
buruk. Mereka sangat kekurangan, miskin dan melarat. Hal ini sebagai akibat
dari adanya undang-undang perburuhan yang belum sempurna, jaminan social buruh
tidak mendapatkan perhatian dan jam kerja buruh tidak dibatasi, sehinggga hal
ini menambah keadaan keluarga buruh sangat menderita. Disamping itu yang sangat
menyolok adanya waktu untuk istirahat dan rekreasi/ hiburan pada buruh sama
sekali hamper tidak ada. Salah satu hiburannya diwaktu istirahat dirumah
hanyalah bertemu keluarganya. Dengan kata lain bahwa hiburan para buruh ketika
itu satu-satunya hanyalah dengan istri.
b.
Pengalaman
Margareth Sanger sebagai juru rawat
Sebagai
seorang perawat kandungan, Margareth Sanger banyak menjumpai keluarga-keluarga
atau ibu-ibu yang menderita hidupnya karena banyak/seringnya melahirkan. Salah
satu pengalamannya sebagai seorang perawat kandungan di Rumah Sakit di New York
adalah seperti dibawah ini :
a)
Peristiwa
Saddie Sachs
Pada
tahun 1912 Margareth Sanger mendapat pengalaman yang sangat berharga bagi
dirinya. Waktu itu ia menghadapi seorang ibu muda berumur 20 tahun yang bernama
Saddie Sachs. Karena adanya perasaan putus asa dalam merasakan derita pahit
getirnya kehidupan danjuga ketidak-tahuannya. Saddie Sachs telah nekat
melakukan pengguguran kandungannya dengan paksa, sehingga ia harus dirawat
dirumah sakit selama beberapa hari. Atas perawatan dokter dan juru rawat (
termasuk Margareth Sanger), maka Saddie Sachs sembuh dan dokter menganjurkan
supaya ia jangan hamil lagi sebab bila hamil lagi akan membahayakan jiwanya.
Mendengar nasehat dokter yang demikian itu Saddie Sachs menjadi bingung apa
yang harus dilakukan, padahal ia sudah tidak ingin hamil lagi. Suatu ketika
Saddie Sachs memberanikan diri bertanya kepada dokter yang merawatnya mengenai
bagaimana caranya agar supaya ia tidak hamil lagi. Dengan nada sendau gurau
dokter menjawab bahwa Jack sachs (suami Saddie) disuruh tidur diatas atap.
Mendegar jawaban dari dokter tersebut ia merasa tidak puas, dan ia bertanya
kepada Margareth Sanger, tetapi saying Margareth Sanger tidak dapat memenuhi
permintaan serupa itu selain hanya menghibur saja, karena memang ia sendiri
tidak tahu apa yang harus diperbuat. Tiga bulan kemudian suami Saddie Sachs
memanggil Margareth Sanger karena istrinya sakit kembali dan dalam keadaan yang
sangat kritis.
Ternyata
penderitaan Saddie Sachs seperti yang lalu bahkan lebih berat lagi, sehingga
sebelum dokter datang menolong, ia gugur/ meninggal dunia diatas pangkuan
Margareth Sanger sebagai akibat pengguguran kandungan yang disengaja yang ia
lakukan sendiri secara nekat. Dengan rasa sedih haru dan kecewa Margareth
Sanger menyampaikan kata-kata kepada beberapa dokter yang sempat ia kumpulkan,
lebih kurang demikian : “wahai para dokter yang budiman, lihatlah dengan penuh
perhatian apa yang dipangkuan ini. Ia adalah seorang ibu, seorang istri yang
sah dari seorang suami. Ia telah menjadi korban dari ketidak mengertian dari
pihak suami maupun dari pihak orang-orang yang lebih mengerti terutama anda
sekalian para dokter. Sebagai ibu mustahil ia akan melakukan perbuatan nekat
yang membahayakan jiwanya, apabila tidak dilandasi oleh suatu motif yang kuat.
Motif tersebut ialah ia tidak menghendaki suatu kehamilan/ kelahiran yang ia
tidak ingini. Hal ini ia telah kemukakan pada waktu persalinan terdahulu,
sebagai seorang manusia, ia berhak mengatur sedemikian rupa. Namun ketidak
acuhan dan ketidak mengertianlah yang akhirnya merenggut jiwanya. Marilah,
wahai para dokter, bebuatlah sesuatu sejak saat ini belajar dari pengalaman
yang pahit ini”. Kiranya kata-kata diataslah merupakan “api” dari sejarah
Margareth Sanger. Dan sejak peristiwa tersebut ia bergerak hatinya untuk lebih
giat memperjuangkan cita-citanya dibidang emansipasi wanita khususnya disektor
pengaturan kehamilan.
b)
Perjuangan
Margareth Sanger
Dari
pengalaman-pengalamannya sebagai juru rawat, Margareth Sanger mengetahui
benar-benar hausnya ibu-ibu akan bantuan mengenai kontrasepsi karena alas an
ekonomi, kesehatan dan social. Dengan segala resiko yang menunggunya, ia terjun
kedalam gerakan Birth Control America pada tahun 1912. Tetapi karena ia sendiri
tidak mempunyai pengetahuan mengenai metode-metode kontrasepsi, maka ia pergi
ke Eropa untuk mempelajari pengetahuan di bidang kontrasepsi, yaitu pada tahun
1013. Sekembalinya dari Erope, ia menerbitkan bulanan “The Women Rebel”
(Pemberontak Perempuan). Tulisannya tentang keluarga berencana, pertama kali
diterbitkan dalam “The Women Rebel” tahun 1914, ia menggunakan istilah Birth
Control, dan bulanan ini dilarang beredar yang dikirim melalui pos (persatuan
Comstock). Buku Margareth Sanger yang berisi metode-metode kontrasepsi adalah
berjudul “Family Limitation” (Pembatasan Keluarga) yang terbit tahun 1914
sesudah bersusah payah mencari orang yang berani menerbitkannya. Penerbitan dan
penyebarannya direncanakan dengan rapi dan rahasia, tetapi segera juga
tertangkap. Namun perkaranya masih ditangguhkan, dan sementara itu Margareth
Sanger pergi ke Eropa dimana ia menambah pengetahuannya mengenai metode kontrasepsi
yang terakhir.
Dari
uraian diatas menunjukkan bahwa gerakan keluarga berencana yang kita kenal
sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh atau pelopor-pelopor dibidang itu.
Misalnya pada
tahun 1921 Marie Stopes membuka klinik keluarga berencana yang pertama di
Inggris (London). Dan kira-kira Sembilan puluh tahun sebelum itu
pelopor-pelopor gerakan keluarga berencana Inggris, Francis Place (1771-1953)
menulis dan menyebarkan pamphlet-pamplet keluarga berencana dengan
sembunyi-sembunyi. Lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1916 Margareth Sanger
membuka klinik keluarga berencana (Klinik Birth Control) di Brooklin, New York
yang kemudian segera disergap polisi dan masih banyak lagi tokoh atau
pelopor-pelopor keluarga berencana yang lain baik di Amerika ataupun di Inggris
yang kesemuanya juga tidak lepas dari tantangan-tantangan seperti yang dialami
oleh Margareth Sanger maupun Marie Stopes dan Francis Place. Sekarang kalau
direnungkan, mengapa Margareth Sanger namanya lebih semarak dan banyak dikenal
orang dari pada Marie Stopes, padahal keduanya sama-sama pelopor perjuangan
dari keluarga berencana. Hal ini disebabkan Margareth Sanger terus berusaha
mencapai tujuan dan melanjutkan ide-idenya. Ia selalu mengajak rekan-rekannya
yang berada didalam negerinya sendiri dari para bidan sampai dokter yang sesuai
dengan usahanya itu. Sehingga dari hasil kerja sama itu, usaha Margareth Sanger
berkembang terus sampai ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebaliknya Marie
Stopes tidak demikian sehingga namanya makin tenggelam. Dengan demikian
tepatlah kalau dikatakan bahwa sebagai tonggak permulaan sejarah keluarga
berencana adalah Margareth Sanger.
2.1 Perkembangan Keluarga Berencana Di Indonesia
a.
Periode
Perintisan Dan Kepeloporan Sebelum th 1957
Salah
satu usaha untuk mengatasi pengendalian bertambahnya penduduk yang telah
dikemukakan oleh para pengikut Maltus adalah Birth Control. Disamping itu Birth
Control ini juga telah dikembangkan oleh Margareth Sanger di dalam usahanya
untuk membatasi kelahiran sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dipelihara
dengan baik. Usaha membatasi kelahiran (Birth Control) sebenarnya secara
individual telah banyak dilakukan di Indonesia.
Diantaranya
yang paling banyak diketahui adalah cara-cara yang banyak digunakan di kalangan
masyarakan Jawa. Oleh karena penelitian mengenai hal ini banyak dilakukan di
Jawa. Tetapi bukan berarti daerah-daerah diluar Jawa tidak melakukannya,
misalnya seperti di Irian Jaya, Kalimantan Tengah dan sebagainya. Jamu-jamu
untuk menjarangkan kehamilan juga banyak dikenal oleh orang, meskipun ada usaha
untuk menyelidiki secara ilmiah ramuan-ramuan tradisional itu. Salah satu
diantaranya yang banyak dipakai dipedesaan di Jawa adalah air kapur yang
dicampur jeruk nipis. Khususnya di daerah Temanggung dikenal ramuan yang
terdiri dari laos pantas yang dicampur gula aren dan garam, jambu sengko dan
sebagainya. Dari penelitian di Temanggung, diperoleh keterangan-keterangan
tentang cara-cara pencegahan kehamilan lainnya seperti absistensi (asal dan
juga cara semacam doucke atau mobilas liang senggama setelah persenggamaan yang
disebut wisuh. Namun dikenal juga cara seperti urut, yang dimaksud untuk
menggugurkan kandungan, pantang). Juga semacam ramuan seperti ragi, tape, pil
kina atau minuman keras yang dikenal sebagian ramuan-ramuan untuk menggugurkan.
Sementara itu ilmu pengetahuan berkembang terus. Termasuk juga ilmu kedokteran.
Apabila tidak menghendaki lagi kelahiran bayi, maka proses kehamilan itulah
yang harus lebih dahulu dicegah. Angka kematian bayi di Indonesia tergolong
tinggi. Begitu pula dengan kematian ibu-ibu pada waktu melahirkan, hal mana
kiranya tak akan terjadi seandainya orang sudah mulai merencanakan keluarganya
dan mengatur kelahiran. Inilah yang telah menyebabkan sejumlah tokoh-tokoh
social menjadi lebih bertekad untuk berusaha mangatasi keadaan yang menyedihkan
itu. Dan niat itu memang sudah lama
terkandung dalam hati banyak orang di kalangan masyarakat Indonseia,
terutama para ibu rumah tangga, yang menganggap penjarangan kehamilan itu
sangat penting demi kesehatan mereka.
Ø Latar belakang berdirinya PKBI
Pada
awal tahun 1957, Mrs. Dorothy Brush, seorang sahabat Mrs. Margareth Sanger
datang ke Indonesia untuk mengadakan peninjauan tentang kemungkinan
didirikannya organisasi keluarga berencana di Indonesia. Mrs Brush seorang
anggota Field Service IPPF dan juga aktif dalam Ford Foundation.
Dr.
Suharto pada saat itu menjabat sebagai ketua Ikatan Dokter Indonesia yang telah
dijabatnya tiga kali berturut-turut. Mrs Brush banyak sekali mengutarakan
pendapatnya tentang masalah-masalah Birth Control serta melihat suasana yang
cukup mendesak bagi Indonesia untuk segera memikirkan masalah tersebut secara
lebih sungguh-sungguh, dr Suharto sendiri menjadi semakin tertarik oleh
masalah-masalah tersebut dan sekaligus telah melihat pula
kemungkinan-kemungkinan untuk mendirikan sebuah perkampungan keluarga berencana
di Indonesia. Untuk lebih mempercepat pematangan keadaan, Mrs Brush segera
menghubungi Dr. Abraham Stone yang ketika itu sedang mengikuti konperensi IPPF
di London. Dr Abraham Stone adalah kepala Margareth Sanger Research Institute
di New York. Beliau adalah salah seorang sahabat Mrs. Margareth Sanger, Dr. Stone
segera datang ke Jakarta dan juga menginap di rumah Dr. Suharto.
Dari
kedua tokoh inilah Dr. Suharto mendapat lebih banyak pengertian di bidang Birth
Control bukan saja dari segi medis akan tetapi juga dari segi social dan
budaya. Hal inilah yang mendorong keinginan beliau menjadi semakin kuat untuk
segera mendirikan sebuah perkumpulan keluarga berencana. Pada waktu itu Dr.
Abraham Stone memberikan filmnya yang berjudul “Birth Control” yang dibuat di
Margareth Sanger Research Bureau. Film tersebut adalah film pertama yang selalu
diputar dalam kuliah-kuliah keluarga berencana di bagian kebidanan Fakultas.
Dengan tujuan tersebut
maka PKBI mulai menggariskan programnya meliputi 3 macam usahanya yaitu :
a) Mengatur
kehamilan atau menjarangkan kehamilan
b) Mengobati
kemandulan
c) Memberi
nasehat perkawinan
Setelah berdirinya PKBI pada tanggal 23
Desember 1957, maka usaha-usaha PKBI mulai lebih dikembangkan sesuai dengan
tujuan dan program yang telah ditetapkan. Tugas PKBI makin berat mengingat
sebagi satu-satunya organisasi social yang bergerak didalam bidan KB masih
mendapat banyak kesulita-kesulitan dan hambatan terutama dengan adanya KUHP
pasal nomor 283 yang melarang demikian penyebar-luasan gagasan KB masih secara
terselubung.
b.
Periode
Persiapan dan Pelaksanaan
a)
L.K.B.N
(Lembaga Keluarga Berencana Nasional)
Setalah
sejak berdirinya PKBI pada tahun 1957 melaksanakan usaha-usahanya dengan segala
kesulitan-kesulitan yang dihadapi baik di dalam menyebar luaskan gagasannya
kepada masyarakat maupun didalam menghadapi reaksi-reaksi pemerintah maka pada
akhirnya kongres Nasional I PKBI mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :
Ø PKBI
menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pemerintah yang telah
mengambil kebijaksanaan mengenai keluarga berencana yang akan menjadikan
program pemerintah
Ø PKBI
mengharapkan agar keluarga berencana sebagai program pemerintah segera
dilaksanakan
Ø PKBI
sanggup untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan program keluarga berencana
sampai di pelosok-pelosok supaya faedahnya dapat dirasakan seluruh lapisan
masyarakat
Pernyataan ini disampaikan oleh suatu
delegasi PKBI kepada pemerintah yang diwakili oleh Menteri Kesejahteraan
Rakyat, Dr. K.H. Idham Cholid rupanya pernyataan PKBI ini disampaikan tepat
pada waktunya dimana suasana sudah lebih menguntungkan untuk perkembangan
keluarga berencana sebagai Program Nasional yaitu dimana tahun tersebut 1967
Indonesia menandatangani Declaration of Human Rights. Declarasi tersebut antara
lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya mendukung gagasan bahwa adalah
hak lain telah menerima revolusi yang pada pokoknya mendukung gagasan bahwa
adalah hak asasi manusia untuk menentukan jumlah anak yang dikehendakinya.
Suatu negara yang turut menandatangani Dokumen International harus dengan
sendirinya mentaati segala ketentuannya. Jiwa Declarasi tersebut tercakup dalam
pidato yang diucapkan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1968 di depan
siding DPRGR. Dalam pidato itu dinyatakan juga bahwa pertambahan penduduk di
Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga dikhawatirkan tidak seimbang lagi
dengan persediaan pangan, baik yang dihabiskan sendiri maupun yang diperoleh
dari luar negeri. Sebagai langkah pertama, oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat,
Dr. K.H. Idham Cholid, dibentuk suatu panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari
kemungkinan-kemungkinan keluarga berencana dijadikan Program Nasional. Dalam
pertemuan antara presiden Soeharto dengan panitia Ad Hoc pada bulan Februari
1986, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui Program Nasional Keluarga
Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan
Pemerintah. Sehubungan dengan itu pada tanggal 7 September 1968, keluarlah
instruksi Presiden No.26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat yang
isinya antara lain :
1. Untuk
membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspek yang ada didalam
masyarakat di bidang Keluarga Berencana
2. Mengusahakan
segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala
kegiatan di bidan Keluarga Berencana serta terdiri atas unsur-unsur Pemerintah
dan masyarakat
Berdasarkan instruksi Presiden tersebut
Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat
Keputusan nomor 36/Kpts/Kesra/X/1968 tentang pembentukan team yang akan
mengadakan persiapan bagi pembentukan sebuah lembaga keluarga berencana. Dalam
team ini, PKBI diwakili oleh (Ny) RABS Sjamsjuridjai, (Ny) O Djoewari dan Prof
Soewono. Sebelumnya pada tanggal 3 Oktober 1968 di Jakarta telah diadakan
pertemuan oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat dengan beberapa Menteri lainnya
serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha keluarga berencana.
Dalam pertemuan ini PKBI pun mengirimkan wakilnya. Sebagai hasil dari pertemuan
itu, dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesejahteraan Rakyat pada tanggal 17
Oktober 1968 tentang pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN)
yang mempunyai tugas pokok mewujudkan kesejahteraan social, keluarga dan rakyat
pada umumnya dengan cara :
Ø Menjalankan
koordinasi-integrasi, sinkronisasi dan simplikasi usaha-usaha keluarga
berencana
Ø Mewujudkan
saran-saran yang diperlukan kepada Pemerintah mengenai keluarga berncana
sebagai program nasional
Ø Mengadakan/membina
kerjasama antara Indonesia dan negeri dalam bidang Keluarga Berencan, selaras
dengan kepentingan Nasional
Ø Mengusahakan
perkembangan keluarga berencana atas dasar sukarela dalam arti seluas-luasnya
termasuk pengobatan kemandulan, nasehat perkawinan dan sebagainya.
Wakil PKBI yang duduk dalam pimpinan
LKBN ialah Prof. Soewono sebagai wakil ketua I, (Ny) O. Djoewari sebagai
sekretaris umum dan (Ny) RABS Sjamsjurdijal sebagai bendahara. Pada tanggal 17
Oktober 1968 itu juga, Menteri Kesejahteraan Rakyat mengangkat anggota Badan
Pertambangan Keluarga Berencana Nasional yang terdiri dari 16 orang, dimana
PKBI diwakili oleh nani Soewondo SH. Tampaknya dengan jelas bahwa mulai 1968
kegiatan keluarga berencana sudah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan
dengan demikian PKBI dalam kegiatannya tidak lagi diliputi keragu-raguan.
b)
Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 tentang pembentukan badan untuk mengelola program KB yang telah dicanangkan sebagai program nasional.
Penanggung jawab umum penyelenggaraan program ada pada presiden dan dilakukan sehari-hari oleh MenteriNegara Kesejahteraan Rakyat yang dibantu Dewan Pembimbing Keluarga Berencana.
Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 1970 tentang pembentukan badan untuk mengelola program KB yang telah dicanangkan sebagai program nasional.
Penanggung jawab umum penyelenggaraan program ada pada presiden dan dilakukan sehari-hari oleh MenteriNegara Kesejahteraan Rakyat yang dibantu Dewan Pembimbing Keluarga Berencana.
1.
Program keluarga berencana nasional perlu ditingkatkan dengan jalan lebih
memanfaatkan dan memperluas kemampuan fasilitas dan sumber yang tersedia.
2.
Program perlu digiatkan pula dengan pengikut sertaan
baik masyarakat maupun pemerintah secara maksimal.
3.
Program keluarga berencana ini perlu diselenggarakan secara teratur dan
terencana kearah terwujudnya tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Tugas
pokok BBKBN :
1. Menjalankan
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi terhadap usaha-usaha pelaksanaan program
keluarga berencana nasional yang dilakukan oleh unit-unit pelaksana.
2. Mengajukan
saran-saran kepada pemerintah mengenai pokok kebijaksanaan dan masalah-masalah
penyelenggaraan program Keluarga Berencana Nasional.
3. Menyusun
Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana atas dasar pokok-pokok kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
4. Mengadakan
kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara asing maupun badan-badan
internasional dalam bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan
Indonesia dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
5. Mengatur
penampungan dan mengawasi penggunaan segala jenis bantuan yang berasal dari
dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pelita
I yaitu tahun 1969-1974 daerah program Keluarga Berencana meliputi 6 propinsi
yaitu Jawa Bali (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur dan Bali). Merupakan daerah perintis dari BKKBN. Ditiap provinsi telah
terbentuk BKKBN Propinsi, serta secara berangsur-angsur pula dibentk BKKBN
Kabupaten/ Kotamadya. Penyelenggaraan program di daerah berjalan sangat lancer,
dan dapat menggerakkan seluruh potensi daerah. Hal ini adalah berkat
kebijaksanaan BKKBN Pusat, yang menitipkan program nasional itu kepada para
Gubernur, di mana Gubernur dinyatakan sebagai Penanggung Jawab Program.
Demikian pula para Bupati untuk Kabupaten didaerahnya masing-masing. Dengan
demikian secara organisatoris nampak adanya pendelegasian dari Pusat ke
Daerah-Daerah. Oleh karena itu dalam menyelenggarakan program di daerah, BKKBN
Propinsi maupun Kabupaten mendapat dukungan dari semua Aparat Pemerintah
Daerah. Faktor ini kiranya yang merupakan kunci dan keberhasilan program. Dari
segi ketenagaan maka pada periode tahun 1970-1972 (periode Keppres nomor 8 tahun
1970). Tenaga-tenaga yang merupakan motor penggerak dalam mengkoordinasikan
program KB adalah tenaga-tenaga dari departemen/ instansi lain yang
diperbantukan pada BKKBN, baik di pusat maupun di daerah. Tenaga-tenaga
perbantuan tersebut mulai dari tingkat Pimpinan, Pejabat-pejabat teras dan
beberapa tenaga staf, ada yang sudah full time tetapi ada pula yang masih part
time bertugas di BKKBN. Beberapa tenaga administrasi di kantor BKKBN seperti tenaga usaha, juru tik, pengemudi
dan pesuruh, banyak sudah merupakan tenaga yang diadakan oleh BKKBN sendiri
tetapi statusnya masih merupakan tenaga honorer karena saat itu BKKBN belum
mempunyai formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pada
masa permulaan program pendekatan keluarga berencana umumnya masih bersifat
klinis. Namun kemudian dirasakan perlunya pendekatan kemasyarakat dengan
motivasi secara masssal, kelompook maupun individual. Maka pada tahun 1972 proyek PLKB dialihkan dari
PKBI ke BKKBN dan diolah oleh BKKBN dengan SK Ketua BKKBN nomor :
02/Kpts/BKKBN/I/73 pada tanggal 8 Januari 1973. Dengan demikian proyek tersebut
dapat diperluas untuk seluruh Jawa Bali.
Dalam
salah satu pasal DK nomor 02/Kpts/BKKBN/I/73 menyebutkan bahwa pada dasarnya
sasaran keluarga berencana ditujukan pada masyarakat banyak dengan harapan agar
mereka merubah sikap hidup dengan keluarga besar kea rah kebiasaan hidup dengan
keluarga yang direncanakan dengan rasa penuh tanggung jawab. Untuk memenuhi
sasaran tersebut perlu adanya usaha-usaha penyebaran ide-ide KB yang
menyeluruh, antara lain melalui Petugas Lapangan KB yang secara intensif dan
sistimatis melakukan kegiatan motivasi dari rumah ke rumah para pasangan usia
subur untuk menjadi akseptor KB. Biro Proyek PLKB BKKBN dari tahun ke tahun
meningkatkan terus usahanya untuk mendapatkan status yang lebih mantap.
Pada bulan Juli 1975 keluarlah surta keputusan ketua
BKKBN nomor 200/Kpts/VII/1975. Nama Biro Proyek PLKB berubah dengan nama Biro
Proyek Khusus, sesuai dengan nama Biro yang tercantum dalam Keppres 33/ 1972.
Pada tahun 1972 terbitlah keputusan Presiden nomor 22 tahun 1972 telah
diperjelas yaitu Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan dibawah
Presiden, dengan fungsi :
1. Membantu
Presiden dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Keluarga Berencana
Nasional
2. Mengkoordinir
pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional. Sedangkan tugas pokoknya
mencakup :
1) Memberikan
saran-saran kepada Pemerintah mengenai masalah-masalah penyelenggaraan Program
Keluarga Berencana Nasional
2) Menyusun
Program Keluarga Berencana Nasional dan Pedoman Pelaksanaan atas dasar
kebijaksanaan Pemerintah
3) Menjalankan
koordinasi dan supervise terhadap usaha-usaha Pelaksanaan Keluarga Berencana
Nasional yang dilakukan oleh Unit-unit Pelaksana
4) Menjalankan
koordinasi dan supervise terhadap segala jenis bantuan dari dalam maupun dari
luar negeri sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah
5) Mengadakan
kerja sama dengan negara-negara Asing maupun badan-badan Internasional dan
bidang keluarga berencana selaras dengan kepentingan Indonesia menurut prosedur
yang berlaku
Sedangkan
tata kerjanya ialah bahwa Penanggung Jawab umum penyelenggaraan Program KB
Nasional ada ditangan Presiden dan dilakukan sehari-hari oleh Menteri Negara
Kesejahteraan Rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya presided dibantu oleh Dewan
Pembimbing KB Nasional, yang anggotanya terdiri dari beberapa Menteri.
Koordinasi penyelenggaraan Program KB nasional dilakukan oleh Unit-unit
Pelaksana yang terdiri atas Departement-Departemen/ Instansi pemerintah dan
organisasi masyarakat. Unit Pelaksana mempunyai tugas menjalankan, menyerasikan
dan mengembangkan usaha-usaha KB sesuai dengan garis-garis kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh Pemerintah dalam ruang lingkup serta bidannya masing-masing,
dan berkewajiban menyampaikan laporan-laporan tentang kegiatan-kegiatan kepada
ketua BKKBN. Ketua BKKBN dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung
kepada Presiden. Untuk dapat membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya
sehari-hari Ketua BKKBN didampingi oleh Team Pertimbangan Pelaksanaan Program
atau TP3 yang anggotanya terdiri atas sekretaris Jenderal dan beberapa
Departemen. Dengan organisasi dan tata kerja baru tersebut program yang
mula-mula berorientasi pada klinik dan sekitarnya telah berkembang kearah
pendekatan kemasyarakatan, terutama pendekatan dengan munculnya pos KB, Sub
Klinik, system Banjar dan sebagainya yang kesemuanya dengan keseragaman nama
Pembantu Pembina KB Desa (PPKBD). Disamping itu telah bemunculan pula adanya
kelompok-kelompok KB. Hal ini merupakan perwujudan perpaduan kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat.
Dalam garis-garis besar halauan negara (GBHN)
menurut TAP MPR 1973 telah ditetapkan garis kebijaksanaan umum kependudukan
yang antara lain isinya :
1) Agar
pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana
dengan cepat, harus dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk
melalui Program KB, yang mutlak harus dilaksanakan dengan berhasil karena
kegagalan pelaksanaan keluarga berencana akan mengakibatkan hasil usaha
pembangunan menjadi tidak berarti dan dapat membahayakan generasi yang akan
datang. Pelaksanaan KB ditempuh dengan cara-cara sukarela, dengan
mempertimbangkan nilai-nilai agama dan kepercayaan, terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
2) Pelaksanaan
Program KB terutama di Jawa dan Bali perlu ditingkatkan, khususnya agar dapat
mencapai masyarakat pedesaan seluas-luasnya. Disamping kesempatan untuk
melaksanakan KB didaerah-daerah lain perlu mulai dikembangkan sehingga membantu
fasilitas-fasilitas KB. Sasaran KB hendaknya meliputi seluruh lapisan masyarakat
atas dasar sukarela. Oleh karena itu kesediaan untuk melakukan KB pada akhirnya
adalah suatu proses perubahan sikap hidup masyarakat, maka dalam Pelita III
kegiatan pendidikan dan latihan KB tidak lagi hanya terbatas pada pendidikan
dan latihan para tenaga pelaksana teknis program KB, melainkan akan makin
dikembangkan pada usaha-usaha pendidikan masalah kependudukan.
3) Guna
mendukung tercapainya tujuan dan sasaran-sasaran program KB dalam Pelita II,
koordinasi antara Departemen, kegiatan-kegiatan penerangan, penelitian mengenai
motivasi dan sebagainya, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang menunjang
pelaksanaan program KB perlu lebih ditingkatkan lagi. Untuk mencapai tujuan
tersebut ditempuh dengan dua pendekatan yang intergral, yaitu :
Ø Untuk
menurunkah tingkat kelahiran secara langsung melalui pendekatan KB dengan
menggunakan kontrasepsi
Ø Usaha
menurunkan tingkat kelahiran secara tidak langsung melalui pola kebijaksanaan
kependudukan yang intergral (beyond family planning). Program-program integral
sejak tahun 1974 dengan dimulainya program terpadu KB- Gizi, KB- Cacing di
Serpong dan Sawahlunto. Program-program integral ini terutama muncul setelah
Rakernas th 1974 di Hotel Horison Jakarta, Dr. Haryono, Deputi III Ketua
mencetuskan 3 fase program berdasarkan atas pencapaian peserta aktif yaitu :
1. Fase
I. perluasan jangkauan dengan pencapaian perserta aktif dibawah 15 %
2. Fase
II. Pembinaan dan pencapaian peserta aktif diatas 15 % kurang dari 35 %
3. Fase
III. Pelembagaan dengan pencapaian peserta aktif diatas 35 %
Pada fase III ini dimana para peserta KB telah
sedemikian banyak perlu didukung dengan program-program yang dapat menunjang
kehhidupan mereka, agar tidak menjadi dropout.
Pada akhir 1974 telah tumbuh di berbagai daerah Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DIY kelompok-kelompok akseptor KB. Hal ini
mula-mula disebabkan dibutuhkan depot atau pos untuk member re-supply
kontrasepsi non IUD dan juga jauhnya Puskesmas dan Klinik KB dari tempat
tinggal para akseptor KB. Pada program review di Surabaya tahun 1975
kelompok-kelompok akseptor tersebut disatukan namanya dengan Pembantu Pembina
KB Desa (PPKBD). Namun identitas daerah tetap hidup, maka di Bali terdapat
PPKBN Sistim Banjar, di Jawa Timur PKBD (Pembina KB Desa) di Jawa Tengan Sub
Klinik Desa, di Jawa Barat dan DKI Jakarta Pos KB Desa dan di DIY PPKBD APSARI
(Akseptor Setahun Lestari). Hal ini merupakan perwujuadan perpaduan kerjasama
antara Pemerintah dan masyarakat.
Demikianlah pula perluasan program telah mencakup
daerah luar Jawa Bali dengan dibukanya BKKBN disepuluh propisnsi luar Jawa Bali
I yaitu : di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan NTB.
Program yang makin pesat, pengelolaan terasa semakin kompleks, hubungan tata
cara kerja semakin rumit, maka terulanglah kembali sejarah, mulai timbul
pendapat-pendapat bahwa organisasi yang ada telah tidak lagi menampung
perkembangan program. Maka oleh Ketua BKKBN dibentuk Team Penyempurnaan
Organisasi dan Tata cara Kerja. Setelah diadakan pembahasan lebih lanjut dengan
Menteri Negara Penerbitan Aparatur Negara (Menpan), maka akhirnya pada
tanggal 6 November 1978 tentang Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Kedudukan BKKBN dalam Keppres tersebut
adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden, dengan tugas pokok mempersiapkan kebijaksanaan umum dan
mengkoordiknis pelaksanaan program KB Nasional dan kependudukan yang
mendukungnya baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, serta mengkoordinir
pelaksanaannya dilapangan. Dengan Keppres 38 tahun 1978 BKKBN bertambahbesar
jangkauan programnya tidak lagi terbatas hanya KB tetapi juga program
Kependudukan.
Maka dalam organisasi BKKBN ditambah satu Deputy
Kepala Bidan Kependudukan. Pada tahun I Pelita III tahun 1979/1980 jangkauan
BKKBN ditambah ke seluruh Indonesia dengan memasukkan 11 Propinsi Luar Jawa
Bali II yaitu : Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, NTT, Maluku, Irian Jaya, Timor-Timur, Riau, Jambi dan
Bengkulu.
3.1 Kesimpulan
a) Manfaat Keluarga Berencana terhadap
Pengendalian Penduduk (Bangsa dan Negara)
·
Program Keluarga Berencana merupakan
salah satu usaha penanggulangan kependudukan yang merupakan bagian yang terpadu
dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk turut serta menciptakan
kesejahteraan ekonomi, spiritual dan social budaya penduduk Indonesia, agar
dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.
·
Manfaat Keluarga Berencana bagi
kepentingan nasional adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan
ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya.
·
Meningkatkan taraf hidup rakyat dengan
cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk sebanding dengan
peningkatan produksi.
b) Pelaksanaan Program Keluarga
Berencana di Indonesia berpijak pada dua landasan :
1. Prinsip
kepentingan nasional
2. Prinsip
suka rela, demokrasi dan menghormati hak asasi manusia
Karena berpijak pada prinsip suka rela maka usaha
yang dilakukan merangsang minat masyarakat terhadap pelaksana Keluarga
Berencana. Adapun usaha-usaha yang dilakukan antara lain melalui pendidikan,
penyuluhan dan pendekatan medis. Kegiatan penerangan dan penyuluhan ditujukan
pada masyarakat umum agar setiap anggota masyarakat memiliki pengertian dan
rasa tanggung jawab akan terciptanya keluarga sejahtera dengan menerima norma
keluarga keecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS)
c) Perkembangan Program KB di
Indonesia :
Dua inti pokok mengapa BKKBN diadakan di Indonesia
adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan jalan Keluarga
Berencana (KB). Jadi dua kata kunci : kualitas manusia dan KB. Kualitas manusia
dipengaruhi oleh pendidikan, kesehatan dan social-ekonomi. Pendidikan dapat
secara formal disekolah dan non formal di keluarga dan masyarakat. Kesehatan
meliputi kesehatan lahir, spiritual dan emosional. Kesehatan lahir tergantung
pada ketersediaan pangan, sandang dan papan.
DAFTAR PUSTAKA
Pusat
Pendidikan dan Pelatihan BKKBN. Sejarah
Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. Jakarta : 1981.
0 Komentar